Hadits tentang Qunut Subuh: Shahih atau Lemah?
Qunut Subuh adalah doa yang dibaca pada shalat Subuh, khususnya di rakaat kedua. Ulama berbeda pendapat tentang hukumnya — apakah termasuk sunnah muakkadah atau hanya dilakukan ketika qunut nazilah (musibah besar). Berikut rangkuman hadits-haditsnya dan penjelasan para ulama.
1. Hadits Anas bin Malik tentang Qunut Sebulan (Qunut Nazilah)
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi ﷺ berqunut selama sebulan setelah rukuk, mendoakan kebinasaan bagi kabilah Ri‘l dan Dzakwān, kemudian meninggalkannya.
Sumber: HR. al-Bukhari no.1001; Muslim no.677.
Status: Shahih — tentang qunut nazilah, bukan qunut Subuh rutin.
2. Hadits Anas: “Rasulullah ﷺ senantiasa qunut Subuh sampai wafat”
Dari Anas radhiyallahu 'anhu berkata: “Rasulullah ﷺ senantiasa berqunut dalam shalat Subuh sampai beliau wafat.”
Sumber: Musnad Ahmad no.12186; al-Baihaqi Sunan al-Kubra 2/200; ad-Daraquthni 2/39.
Status: Dha‘if — dilemahkan oleh al-Bukhari, Imam Ahmad, dan al-Albani. Tidak tsabit secara sanad.
Tidak ada hadits sahih yang menunjukkan Nabi ﷺ berqunut Subuh terus-menerus.
3. Hadits Abu Hurairah tentang Qunut
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: “Aku akan mendekatkan kalian kepada shalat Rasulullah ﷺ.” Kemudian ia berqunut pada rakaat kedua shalat Subuh setelah “Sami‘allahu liman hamidah”, mendoakan kaum mukminin dan melaknat orang kafir.
Sumber: HR. al-Bukhari no.796; Muslim no.677.
Status: Shahih — tentang qunut nazilah.
4. Atsar Umar, Ali, dan Ubay bin Ka‘b
Beberapa sahabat seperti Umar bin Khaththab, Ali bin Abi Thalib, dan Ubay bin Ka‘b melakukan qunut Subuh setelah wafat Nabi ﷺ. Riwayat ini menjadi dasar amalan sebagian ulama Madinah.
Sumber: al-Baihaqi Sunan al-Kubra 2/200; al-Marwazi Qiyam al-Layl hlm.151.
Status: Hasan — menjadi landasan mazhab Malikiyah & Syafi‘iyah.
Kesimpulan Ulama
| Ulama | Pendapat | Keterangan |
|---|---|---|
| Abu Hanifah | Tidak rutin, hanya nazilah | Berdasar hadits-hadits sahih qunut nazilah |
| Imam Malik | Sunnah muakkadah | Amalan penduduk Madinah |
| Imam Syafi‘i | Sunnah terus-menerus | Berdasarkan atsar sahabat |
| Imam Ahmad | Tidak tetap, hanya nazilah | Hadits rutin tidak tsabit |
Kesimpulan Akhir
- Tidak ada hadits marfu‘ sahih yang menyebut qunut Subuh dilakukan terus-menerus.
- Hadits “Nabi ﷺ qunut Subuh sampai wafat” berstatus dha‘if.
- Amalan qunut Subuh tetap dilakukan oleh sebagian sahabat & ulama Syafi‘iyah dan Malikiyah.
- Mayoritas ulama lain membatasi qunut hanya untuk nazilah.
Rujukan: Shahih al-Bukhari, Muslim, Musnad Ahmad, Sunan al-Baihaqi, ad-Daraquthni, al-Majmu’ an-Nawawi, al-Mughni Ibnu Qudamah, Irwa’ul Ghalil al-Albani.
Sikap Makmum Saat Imam Qunut Subuh
Perbedaan pendapat tentang qunut Subuh adalah perkara khilaf fiqih yang sudah dikenal sejak masa sahabat. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim memahami bagaimana sikap makmum ketika imam melakukan qunut Subuh — apakah ikut mengangkat tangan dan mengaminkan, atau diam saja.
1. Kaidah Umum: Mengikuti Imam dalam Shalat
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ
Artinya: “Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti.”
(HR. al-Bukhari no.722; Muslim no.414)
Hadits ini menjadi dasar bahwa selama tindakan imam tidak bertentangan dengan syariat, maka makmum dianjurkan untuk mengikutinya — termasuk dalam perkara yang masih diperselisihkan secara ijtihadiyah seperti qunut Subuh.
2. Pendapat Ulama Tentang Sikap Makmum
a. Mazhab Syafi‘iyah & Malikiyah
Kedua mazhab ini memandang qunut Subuh sebagai sunnah muakkadah. Karena itu, jika imam berqunut maka makmum dianjurkan untuk ikut mengangkat tangan dan mengaminkan doa bersama imam.
Imam an-Nawawi berkata dalam al-Majmu’ (4/54):
“Jika imam berqunut, maka makmum ikut mengaminkan doanya, karena mengikuti imam termasuk sunnah.”
b. Mazhab Hanafiyah & Hanabilah
Dua mazhab ini berpendapat bahwa qunut Subuh tidak disyariatkan kecuali dalam keadaan nazilah (musibah besar). Namun, jika imam berqunut, makmum tidak keluar dari jamaah dan cukup diam tanpa mengangkat tangan.
Ibn Qudamah dalam al-Mughni (2/171) berkata:
“Jika imam berqunut pada shalat Subuh, maka makmum tidak perlu mengikuti qunutnya. Tapi ia juga tidak membatalkan jamaah, karena hal itu termasuk perkara ijtihadiyah.”
3. Pendapat Ulama Kontemporer
Para ulama besar masa kini menekankan pentingnya menjaga ukhuwah dan kekompakan jamaah meskipun berbeda pendapat.
- Syaikh Ibn Baz رحمه الله berkata:
“Jika imam berqunut, maka makmum tidak perlu mengikuti doanya, namun jangan menimbulkan perselisihan.” (Majmu‘ Fatawa Ibn Baz, 11/162) - Syaikh al-Albani رحمه الله berkata:
“Tidak mengapa ikut mengaminkan doa imam, karena itu tidak keluar dari adab berjamaah.” (Silsilah al-Ahadits ad-Dha‘ifah, 6/35)
4. Kesimpulan Praktis
| Kondisi | Sikap Makmum | Keterangan |
|---|---|---|
| Imam berqunut, makmum mazhab Syafi‘i | Ikut mengangkat tangan dan mengaminkan | Sesuai sunnah menurut mazhab |
| Imam berqunut, makmum tidak biasa qunut | Boleh ikut amin atau diam | Keduanya sah, asalkan tidak memecah jamaah |
| Imam tidak berqunut, makmum biasa qunut | Tidak qunut sendiri | Menghormati imam dan menjaga jamaah |
| Qunut karena musibah (nazilah) | Disunnahkan ikut qunut | Meneladani Rasulullah ﷺ |
5. Kaedah Penting
الْخِلَافُ لَا يُفَرِّقُ فِي الْفُرُوعِ
Artinya: “Perbedaan dalam masalah cabang (fiqih) tidak boleh memecah persaudaraan umat.”
Dalam perkara ijtihadiyah seperti qunut Subuh, yang paling utama adalah menjaga adab dan persatuan jamaah.
🎥 Ustadz Menjawab Masalah Qunut
🔗 Rujukan & Sumber
- Ustadz Firanda – Qunut Subuh (Zadul Ma’ad #5)
- Ustadz Syafiq Riza Basalamah – Sikap Makmum Qunut
- Ustadz Syafiq Riza Basalamah – Qunut Subuh Ada Dalilnya?
- Ustadz Khalid Basalamah – Penjelasan Tentang Qunut
- Ustadz Firanda – Syarah Doa-Doa Pilihan #13: Doa Qunut
- Ustadz Firanda – Pertanyaan & Pembahasan Qunut Subuh
- Sheikh Maher al-Muaiqly – Doa Qunut
0 Komentar