Keutamaan Ilmu Dan Pengorbanan Para Penuntut Ilmu

Keutamaan Ilmu dan Pengorbanan Para Salaf Dalam Menuntut Ilmu Agama

Sesungguhnya ilmu—dan menuntut ilmu—adalah ibadah yang sangat agung. Karena itu Allah subḥānahu wa ta‘ālā tidak pernah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk meminta tambahan apa pun kecuali tambahan ilmu. Allah berfirman:

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Ya Rabbku, tambahkanlah ilmu kepadaku.”

Ketika Allah menjelaskan karunia-Nya kepada manusia sebagai wujud rahmat dan kasih sayang-Nya, Allah berfirman:

الرَّحْمٰنُ، عَلَّمَ الْقُرْآنَ
“Dialah Ar-Raḥmān, Yang Maha Pengasih. Dia mengajarkan Al-Qur’an.”

Maka siapa saja yang mendapat ilmu Al-Qur’an, sungguh ia telah memperoleh rahmat yang amat besar dari Allah subḥānahu wa ta‘ālā.

Derajat Orang yang Berilmu

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah mengangkat derajat orang-orang beriman di antara kalian, dan Allah mengangkat orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”

Ulama menjelaskan bahwa derajat orang berilmu berada beberapa tingkat di atas orang beriman yang tidak berilmu, karena ilmu memperkuat iman dan menghidupkan hati.

Hadits Tentang Keutamaan Ilmu

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barang siapa yang Allah inginkan baginya kebaikan, Allah jadikan ia memahami agama.”

Kata khayran dalam bentuk nakirah menunjukkan besarnya kebaikan tersebut: kebaikan terbesar yang Allah berikan kepada seseorang adalah ilmu agama.

خِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقُهُوا
“Sebaik-baik kalian di masa jahiliyah adalah sebaik-baik kalian di masa Islam, jika kalian memahami agama.”

Para ulama memahami bahwa ilmu tidak dapat diraih kecuali dengan kesungguhan dan pengorbanan. Yahya bin Abi Kathir berkata:

لَا يُسْتَطَاعُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجَسَدِ
“Ilmu tidak akan diraih dengan tubuh yang suka berleha-leha.”

Pengorbanan Para Ulama dalam Menuntut Ilmu

Sebagian salaf ketika ditanya, “Dengan apa kalian meraih ilmu?” mereka menjawab:

بِالسَّفَرِ وَالسَّهَرِ
“Dengan perjalanan jauh dan begadang.”

Yang lain berkata:

بِالْمِصْبَاحِ وَالْجُلُوسِ إِلَى الصَّبَاحِ
“Dengan ditemani lampu minyak dan duduk belajar hingga pagi hari.”

Perjalanan menuntut ilmu di zaman dahulu tidak seperti hari ini. Safar sangat berat: kendaraan terbatas, cuaca menyengat, bekal harus banyak, dan perjalanan sangat panjang.

مَنْ طَلَبَ الْحَدِيثَ أَفْلَسَ
“Siapa yang mencari hadis, ia pasti bangkrut.”

Maksudnya: habis-habisan mengorbankan harta, waktu, dan kenyamanan demi ilmu.

Kisah Nabi Musa A.S. Menuntut Ilmu

Para salaf mencontohkan kisah Nabi Musa ‘alaihis-salām ketika beliau mendengar ada hamba saleh (Khadir) yang memiliki ilmu yang belum beliau ketahui. Musa tidak merasa cukup dengan kedudukan kenabiannya—beliau langsung bertekad untuk bersafar menuntut ilmu.

Musa berjalan bersama pembantunya, Yusya‘ bin Nun, menempuh perjalanan panjang sebagaimana diabadikan Allah dalam Al-Qur’an:

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
“Aku tidak akan berhenti berjalan sampai aku mencapai pertemuan dua lautan itu, atau aku akan terus berjalan bertahun-tahun lamanya.”

Inilah teladan besar: seorang nabi saja rela berjalan tanpa batas waktu demi satu tujuan—menuntut ilmu.

Tonton dan dengarkan sampai Habis penjelasan dari ustadz firanda : Barakallahu fiikum....

0 Komentar